Tulisan ini ditulis berdasarkan pengalaman pribadi (karena saya
banyak gagalnya..he..he..) dan juga dari pengamatan temen-temen
(kebetulan lingkungan juga kalangan entrepeneur dan mereka beberapa ada
yang gagal juga ternyata). Tulisan ini juga dibuat untuk memenuhi
kebutuhan wirausaha. Karena satu hal yang saya suka dari seorang
wirausaha adalah jangkauan belajarnya yang sangat luas. Saya harap
tulisan ini juga bisa dijadikan pelajaran bagi mereka sehingga tidak
mengulang kesalahan yang telah dilakukan oleh orang-orang yang telah
salah. Saya percaya dunia entrepreneurship yang selama ini dianggap
sebagai seni (sesuatu yang ga teratur) bisa dikristalkan menjadi sebuah
pengetahuan, yaitu sesuatu yang memiliki pola/pattern teratur sehingga
bisa dipelajari.
1. Melakukan segalanya sendiri (single fighter)
Di awal menjalani kehidupan berwirausaha saya punya sifat seperti ini.
Mungkin juga karena lagi semangat2nya dan idealis2nya. Entah kenapa
teman-teman saya wirausaha pemula juga beberapa melakukan hal ini dan
mereka sepertinya gagal juga. Analisis saya kenapa orang melakukan
wirausaha sendiri gagal adalah mungkin karena mereka jarang melihat
sudut pandang lain. Setiap mengambil keputusan mereka menggunakan sudut
pandang pribadi. Padahal kalo ilmu masih cetek keputusan tersebut
cenderung salah. Tapi ada juga yang wirausaha sendiri berhasil.
Temen-temen saya yang berwirausaha sendirian (single fighter) berhasil
umumnya mereka memiliki sifat berikut : supel, banyak teman, humble.
Analisis saya lagi, mungkin dengan sifat inilah mereka mendapatkan
banyak masukan atau sudut pandang lain sehingga keputusan-keputusan
bisnisnya kemungkinan besar tepat. Oh ya, saya ga percaya kalo dikatakan
wirausaha hebat punya intuisi, yang ada adalah mereka tekun dan terus
belajar dari apa yang ada di sekitarnya. Ini yang saya rasakan.
2. Salah memilih bidang bisnis
Lagi-lagi ini pengalaman bisnis saya juga. Tapi lagi-lagi beberapa temen
yang gagal saya amati juga demikian. ketepatan memilih bidang bisnis
menurut saya cukup urgent. Kenapa sih bidang bisnis yang dipilih harus
tepat? jelas, ini menentukan sustanability bisnis. Mereka yang berbisnis
dengan market yang kecil, banyak kompetitor, dan juga jenuh umumnya
kurang sustain. Bisa aja si diawal sukses, tapi kalo bicara masalah
sustanability kita bicara jangka panjang. Ada juga yang tahu mereka
salah memilih bidang bisnis, kemudian mereka expand ke bisnis yang
memiliki rantai nilai tak jauh dari bisnis sebelumnya. Oh ya, ini asumsi
kalo sukses bisnis dinilai dari banyaknya revenue yang didapat. Kalo
anda menilai sukses bisnis karena bisnis tersebut survive bisa jadi anda
punya pandangan lain dengan saya. Contohnya menyikapi orang-orang yang
motivasi bisnisnya karena kesenangan/passion. Bisnis distro, indie band,
atau game indie. Tapi ada juga yang sukses dalam dua sudut pandang itu.
Mereka berawal dari passion dan mereka sukses secara revenue. Analisis
saya, mereka sukses karena pas memilih bidang bisnis atau pas pasar
sedang mengarah kesitu (terjadi pergeseran asumsi di masyarakat),
contohnya terjadi pada industri distro. Walaupun menurut saya, teori
‘passion’ atau ‘lentera hati’ yang pernah disiarkan di kick andy masih
bisa menjadi perdebatan. Jujur, saya pribadi bisa menciptakan passion
terhadap apapun disekitar saya. Kurang tau kalo temen-temen
lain.he..he..
3. Terpaku pada hasil/Uang
Sungguh di dunia ini tidak akan ada hasil tanpa melalui proses yang
cerdas, efektif dan bermutu. Saya suka mengkritik motivator-motivator
yang suka menggambarkan betapa mudahnya sebuah kesuksesan (terutama
orang-orang di bisnis MLM). Seolah-olah hasil tersebut bisa didapatkan
hanya dalam sekejap tanpa proses yang cerdas, efektif dan bermutu. Jelas
ini filosofi yang menyesatkan. Apalagi kalo framework seperti ini kita
gunakan terus dalam dunia bisnis atau misalkan jadi professional. Yang
ada walaupun sukses tapi caranya sangat merugikan orang lain dan
cenderung tidak adil. Tentu ini tidak baik bagi peradaban dunia ini
(halah ngomongnya ko uda peradaban aja..). Lalu kenapa sih orang yang
terpaku pada hasil bisa gagal berwirausaha? umumnya yang saya lihat
mereka tidak terpaku pada proses. Porsi berpikirnya banyakan hasil
daripada proses itu sendiri. Inilah yang membuat mereka gagal. Semacam
mimpi tanpa diimbangi eksekusi yang bermutu. Hati-hati untuk para
mahasiswa, kadang sikap idealisme sering menjerumuskan pada sikap
seperti ini. Makanya sikap idealisme harus diimbangi dengan sikap
realisme dan juga konkritisme agar eksekusi atas semua idelisme kita
berjalan mulus.
Itu saja beberapa poin penting yang saya amati, mudah-mudahan
temen-temen lain yang punya sudut pandang lain bisa menambahkan dengan
menjawab pertanyaan, “Kenapa sih anda gagal bisnis?” agar bisa menjadi
pelajaran bagi orang lain.