Tren bermain futsal mulai menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat
perkotaan. Alhasil, pebisnis penyewaan lapangan futsal pun tersenyum
lebar. Modal bisnis ini memang cukup besar. Tapi, dengan biaya
operasional kecil, laba juga tinggi.
Coba cek kantor-kantor atau kampus yang ada di kota Anda. Sebagian
besar dari mereka kini pasti telah memiliki klub futsal, baik itu klub
kagetan maupun klub yang dikelola secara serius.
Imbas fenomena ini, para pengusaha lapangan futsal pun meraup untung
besar. Tengok saja saja Bara Futsal yang ada di Jl. Faletehan, Jakarta
Selatan. Lapangan yang beroperasi sejak dua tahun silam itu selalu ramai
selepas jam kerja. “Pekerja kantoran perlu waktu yang lebih strategis
untuk futsal,” kata Andra Bonardo Simanjuntak, Manajer Operasional Bara
Futsal. Saat ini, Bara Futsal memiliki enam lapangan futsal yang
masing-masing berukuran 25 meter x 45 meter di area seluas 7.200 meter
persegi (m²).
Hasil ini sebanding dengan modal awal bisnis lapangan futsal yang
sangat besar. “Saya menyiapkan Rp 1 miliar untuk menggarap lahan kosong
di Cibubur menjadi dua lapangan ukuran 17 m x 27 m yang dilengkapi kamar
mandi, shower, loker, kantin, tempat tunggu, musala, dan parkiran,”
ungkap Edwin Aprihandono Sugiono, pemilik MS Indoor Soccer Court and
School.
Tony S. Tan, pemilik Premier Futsal di Ciledug, yang baru tiga bulan
masuk bisnis ini, juga mengaku mengeluarkan modal Rp 2 miliar untuk
membuat dua lapangan semi indoor (tanpa dinding) ukuran 16 m x 26 m dan satu lapangan outdoor dengan ukuran yang sama.
Meski modal awalnya besar, biaya operasional bulanan lapangan futsal
relatif murah. Baik Tony maupun Edwin mengaku mengeluarkan biaya sekitar
Rp 15 juta hingga Rp 20 juta dalam sebulan.
Tentu saja, bisnis ini tidak akan sukses jika kita tidak jeli memilih
lokasi usaha. Lokasi di pinggir jalan utama atau jalan raya adalah yang
paling ideal. “Kami memilih Jl. Margasatwa, Warung Buncit, karena
aksesnya mudah, kendaraan umum banyak lewat sini,” tutur Buyung
Satriadi, Manajer Buncit Futsal.
Cari lokasi strategis
Tony memilih Jalan Ciledug Raya dengan alasan yang sama. “Spanduk
reklame yang dipasang di bangunan lapangan futsal bisa dilihat banyak
orang,” katanya. Lagi pula, daerah itu termasuk padat penduduk.
Dengan tarif sewa rata-rata sekitar Rp 100.000?Rp 150.000 per jam di
pagi hingga sore serta Rp 200.000 hingga Rp 250.000 saat sore hingga
malam hari, pendapatan para pengelola lapangan futsal itu cukup besar.
Untuk menambah penghasilan, beberapa pengusaha membuka sekolah
futsal. MS Indoor, misalnya, mematok uang pendaftaran Rp 500.000 dan
iuran Rp 250.000 per bulan dari setiap peserta. Saat ini, peminat
sekolah futsal ini mencapai puluhan orang.
Tingkat pemakaian lapangan futsal juga tidak mengecewakan. Setiap
hari, Andra bilang, Bara Futsal rata-rata terpakai 15 jam. Sedang di
Premier, Tony memperkirakan, dalam sebulan, total pemakaian lapangan
bisa mencapai 300 jam-400 jam. Adapun lapangan MS Indoor cabang Cibubur
terpakai sekitar 20 jam dalam sehari.
Untuk menarik pengunjung, termasuk yang tidak suka bermain futsal,
pengelola juga menyediakan fasilitas lain yang ikut menyumbang
pemasukan. Menjual minuman, perlengkapan futsal, dan menyewakan space
iklan sudah lazim. Selain itu, Buncit Futsal juga menyewakan PS3 dan
akan membuka ruang karaoke. “Biar pengunjung yang tidak main futsal
tidak bosan,” ungkap Buyung.
Dalam sebulan, Andra mengaku bisa meraup omzet sekitar Rp 170 juta.
Edwin malah lebih berani terbuka soal laba bersih usahanya. “Profit kami
di Cibubur, dengan tiga lapangan, sekitar Rp 25 juta per bulan. Di BSD,
profit dari sewa empat lapangan sekitar Rp 60 juta hingga Rp 80 juta
per bulan,” katanya. (peluangusaha.kontan.co.id)